Sabtu, 25 April 2015

Diseparuh perjalananku

Sedikit memulai dengan sesunggukkan batuk yang menggerogoti tenggorakan. Ku mulai menyusun tiap kepingan kata yang sedari tadi bermain di kepalaku. Begitu banyak kata yang bergelantungan diantara bumi dan langit, imajinasiku.

Sambil mengutak-atik hanphone butut, mengecek status FB. Akhirnya kuputuskan menyalurkannya dalam sebuah ungkapan hati,singkat tapi sudah cukup mewakili gundah ini.

”ketika kereta salah jalan, jangan pernah salahkan keretanya… karena kereta hanya sarana untuk mencapai tujuan. Evaluasi dan berikan teguran kepada masinis, karena bisa jadi mereka lupa atau khilaf membaca peta…”

Hanya itu yang bisa kuhasilkan, walau batuk menyesakkan tenggorokan. Semua yang terjadi dan dihasilkan di dunia ini pasti memiliki sebuah alasan atau sebab, begitu juga dengan yang kulakukan saat ini.

Kenapa, hanya awal pertanyaan itu yang ingin ku uraikan saat ini.

Awal malam itu seorang Saudara, dengan ragu-ragu akhirnya berhasil juga menyatakan sedikit permasalahan yang dianggapnya besar kepadaku. Pada mulanya aku juga menganggapnya sepele, tapi setelah kupikir-pikir sedikit menyesakkan juga.

Ia merasa marah dan kesal atas tindakan seorang Saudarinya, karena ia telah memutuskan untuk keluar dari gerbong kereta ini, ia telah memutuskan masuk kegerbong lain. Ia merasa kereta yang ditumpangi sebelumnya adalah kereta yang telah salah dalam memilih jalan, dan hal itu merupakan sesuatu hal yang membuat ia merasa seluruh orang yang berada digerbong merupakan orang yang salah karena telah memilih untuk terus ikut serta dalam perjalanan ini.

Bagiku itu tak masalah, karena itu adalah pilihan hidupnya. Jadi biarlah ia mengambil keputusan sendiri terhadap apa yang telah ia simpulkan.

Tapi sang Saudara, tetap merasa ini adalah masalah besar. Ia melanjutkan ceritanya. Sang Saudari, telah memutuskan untuk berganti gerbong dan juga kereta, tapi bukan itu masalahnya. Yang dipermasalahkan ia telah mempengaruhi penumpang lain yang sebelumnya berada digerbong yang sama dengannya untuk turut serta meninggalkan gerbong tersebut. Ia menganggap gerbong itu adalah gerbong yang sudah tak layak untuk ditempati, karena pasti menuju jalan yang salah yang membuat semua orang semakin tersesat dan jauh dari tujuan awalnya.

Sekarang, permasalahan ini sudah bermetamorfasa dibenakku. kupikir ketakutan Saudara ada benarnya juga, bisa gawat kalau kereta api ini menjadi kosong karena tidak ada lagi penumpangnya. Bisa jadi kereta ini akan menjadi kereta yang terlupakan dan pada ujung-ujungnya menjadi besi tua yang tak bertuan.

Pikiranku mulai menerawang jauh melewati keeping-keping kata yang masih saja bergelantungan. Semua cerita berjalan dengan sebuah haru dari mulut Saudara, akupun berusaha merangkum sebuah kata yang kuharapkan dapat menjadi titik awal memulai langkah mencari solusi terhadap permasalahan ini.

Bagaimana mungkin, seorang penumpang yang juga merupakan orang yang pernah turut serta merumuskan peta perjalanan ini menganggap apa yang dijalani telah salah, bahkan ia merupakan seseorang yang juga bertugas dalam pengoperasian salah satu peralatan di kereta tersebut, yang mana kalau ia tidak menjalankan fungsinya kereta itupun takkan sempurna jalannya.

Aku masih berpikir.
Bagaimana mungkin, orang yang begitu akrab dengan kereta ini dengan gampangnya memutuskan untuk pergi. Dimana letak salahnya?.

Bebarapa hal yang ku ingin tahu. Sudahkah sang Saudari melakukan komunikasi yang efektif dengan seluruh staff operasional di kereta ini. Sehingga semua benar-benar mengerti dengan apa yang ia inginkan.

Sudahkah ia melakukan masukan terhadap segala hal yang ganjal dalam persfektifnya, lalu pernahkah ia berikan kritikan atau masukan kepada masinis atas analisa kesalahan jalan yang telah ia simpulkan.

Semua ingin kuketahui saat ini juga, kupikir ini cukup tak adil terutama bagi diriku dengan segala sejarah kehidupan yang pernah ku alami.

Sudahkah ia meng up date diri terhadap jalan yang sedang dilalui, sudahkah ia bekali pengetahuannya dengan pengarahan orang-orang yang benar mengerti tentang lalu lintas perjalanan.

Bagiku semua itu harus tuntas, ia harus benar-benar yakin bahwa keputusan yang ia ambil adalah benar sebelum ia menyimpulkan bahwa kereta ini salah dan mengajak orang lain ikut serta dengan keputusannya.

Semua semakin menyesakkan diriku.
Apaka ia tidak memikirkan,
Bisa jadi ia salah, sama dengan halnya saat ia menganggap semua orang yang berada digerbong ini telah salah. Karena pada hakikatnya manusia adalah tempat bersemayamnya kesalahan.

Bisa jadi jalan yang ia maksud salah adalah jalan yang benar walau pada saat itu terlihat salah. Bukankah saat orang ingin mencapai suatu tempat terkadang ia harus memutar kesisi jalan lain sebelum sampai pada tujuan sebenarnya. Karena yang dipikirkan masinis bukan kecepatan sampai tujuan tapi ketepatan menggapai tujuan.

Bagiku, keputusan tanpa pemikiran matang adalalah bagian dari mematangkan kehancuran.
Walau aku masih bingung dengan keputusannya yang ia ambil, aku hanya ingin katakan pada diriku. Seandainya aku menjadi dirinya, hal utama yang kulakukan adalah mengevaluasi diri.

Apakah aku sudah meng up date diri ini dengan pengetahuan yang benar, apakah telah rutin ku arahkan diri terhadap pengarahan yang benar. Berapa sering ku coba mengoreksi langkah dan pemikiranku.

Aku akan buka cakrawala imajinasiku, karena kalau kubisa mencari 1001 satu alasan semua ini adalah salah maka aku juga harus bisa melakukan 1001 cara untuk membuktikan semua ini memang benar.

Aku takkan menganggap kereta ini salah, karena hakekatnya ia hanyalah sarana yang pada awal perjalanan telah disepakati bersama untuk menggunakannya.

Aku takkan dengan mudah menyalahkan masinis dan staffnya, karena kuyakin pasti ada satu alasan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Dan alasan itu yang harus kucari penjelasannya.

Aku takkan dengan mudah menghakimi kesalahan mereka, karena ku yakin ku juga bertanggungjawab terhadap apa yang sedang terjadi. Ku harus bisa meyakinkan diri, sudahkah aku membicarakannya dengan benar atau setidaknya memberikan gambaran yang benar.

Aku takkan melakukan itu, karena perjalan hidupku sudah cukup untuk meyakini akan kebenaran jalan ini. Karena ia adalah proses yang panjang, kalaupun masinis telah benar-benar salah maka segeralah gantikan dengan yang bisa memberikan pencerahan kebenaran….

Tapi bukan dengan sebuah penghakiman dan hasutan meninggalkan !!!

Tulisan ini telah usai, tapi nyatanya kisahnya baru saja dimulai. Batukku sudah mereda dan sesaknya mulai sirna, tapi menjadi sebuah sosok yang berbeda. Gundah yang mulai bertahta dan sesak mengalir dikolom jiwa…

Semoga aku tetap bisa istiqomah dijalan ini…

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Bagus.. Tp saya gk ngerti ..hehee..

    BalasHapus
  3. hehehe gambaran dakwah, biar lebih kalem aja kata-2nya.. kereta = majelisnya, masinis = ustadz/dzah.nya yg membimbing, penumpang = para da'i muda dan juga jamaahnya, tujuan = tentunya ridhaAllah.. ceritanya itu seorang saudari meninggalkan majelis yg semulanya bersama, skrg pindah haluan mungkin.. nah kemudian mengolok-2 majelis yg semula kami tempati bersama ini dan menghasut jamaah yg lain utk ikut bersamanya dan menjustifikasi bahwa majelis ini salah.. gitu abaaang

    BalasHapus