Sedikit memulai dengan sesunggukkan batuk yang menggerogoti tenggorakan.
Ku mulai menyusun tiap kepingan kata yang sedari tadi bermain di
kepalaku. Begitu banyak kata yang bergelantungan diantara bumi dan
langit, imajinasiku.
Sambil mengutak-atik hanphone butut, mengecek status FB. Akhirnya
kuputuskan menyalurkannya dalam sebuah ungkapan hati,singkat tapi sudah
cukup mewakili gundah ini.
”ketika kereta salah jalan, jangan pernah salahkan keretanya… karena
kereta hanya sarana untuk mencapai tujuan. Evaluasi dan berikan teguran
kepada masinis, karena bisa jadi mereka lupa atau khilaf membaca peta…”
Hanya itu yang bisa kuhasilkan, walau batuk menyesakkan tenggorokan.
Semua yang terjadi dan dihasilkan di dunia ini pasti memiliki sebuah
alasan atau sebab, begitu juga dengan yang kulakukan saat ini.
Kenapa, hanya awal pertanyaan itu yang ingin ku uraikan saat ini.
Awal malam itu seorang Saudara, dengan ragu-ragu akhirnya berhasil juga
menyatakan sedikit permasalahan yang dianggapnya besar kepadaku. Pada
mulanya aku juga menganggapnya sepele, tapi setelah kupikir-pikir
sedikit menyesakkan juga.
Ia merasa marah dan kesal atas tindakan seorang Saudarinya, karena ia
telah memutuskan untuk keluar dari gerbong kereta ini, ia telah
memutuskan masuk kegerbong lain. Ia merasa kereta yang ditumpangi
sebelumnya adalah kereta yang telah salah dalam memilih jalan, dan hal
itu merupakan sesuatu hal yang membuat ia merasa seluruh orang yang
berada digerbong merupakan orang yang salah karena telah memilih untuk
terus ikut serta dalam perjalanan ini.
Bagiku itu tak masalah, karena itu adalah pilihan hidupnya. Jadi biarlah
ia mengambil keputusan sendiri terhadap apa yang telah ia simpulkan.
Tapi sang Saudara, tetap merasa ini adalah masalah besar. Ia melanjutkan
ceritanya. Sang Saudari, telah memutuskan untuk berganti gerbong dan
juga kereta, tapi bukan itu masalahnya. Yang dipermasalahkan ia telah
mempengaruhi penumpang lain yang sebelumnya berada digerbong yang sama
dengannya untuk turut serta meninggalkan gerbong tersebut. Ia menganggap
gerbong itu adalah gerbong yang sudah tak layak untuk ditempati, karena
pasti menuju jalan yang salah yang membuat semua orang semakin tersesat
dan jauh dari tujuan awalnya.
Sekarang, permasalahan ini sudah bermetamorfasa dibenakku. kupikir
ketakutan Saudara ada benarnya juga, bisa gawat kalau kereta api ini
menjadi kosong karena tidak ada lagi penumpangnya. Bisa jadi kereta ini
akan menjadi kereta yang terlupakan dan pada ujung-ujungnya menjadi besi
tua yang tak bertuan.
Pikiranku mulai menerawang jauh melewati keeping-keping kata yang masih
saja bergelantungan. Semua cerita berjalan dengan sebuah haru dari mulut
Saudara, akupun berusaha merangkum sebuah kata yang kuharapkan dapat
menjadi titik awal memulai langkah mencari solusi terhadap permasalahan
ini.
Bagaimana mungkin, seorang penumpang yang juga merupakan orang yang
pernah turut serta merumuskan peta perjalanan ini menganggap apa yang
dijalani telah salah, bahkan ia merupakan seseorang yang juga bertugas
dalam pengoperasian salah satu peralatan di kereta tersebut, yang mana
kalau ia tidak menjalankan fungsinya kereta itupun takkan sempurna
jalannya.
Aku masih berpikir.
Bagaimana mungkin, orang yang begitu akrab dengan kereta ini dengan gampangnya memutuskan untuk pergi. Dimana letak salahnya?.
Bebarapa hal yang ku ingin tahu. Sudahkah sang Saudari melakukan
komunikasi yang efektif dengan seluruh staff operasional di kereta ini.
Sehingga semua benar-benar mengerti dengan apa yang ia inginkan.
Sudahkah ia melakukan masukan terhadap segala hal yang ganjal dalam
persfektifnya, lalu pernahkah ia berikan kritikan atau masukan kepada
masinis atas analisa kesalahan jalan yang telah ia simpulkan.
Semua ingin kuketahui saat ini juga, kupikir ini cukup tak adil terutama
bagi diriku dengan segala sejarah kehidupan yang pernah ku alami.
Sudahkah ia meng up date diri terhadap jalan yang sedang dilalui,
sudahkah ia bekali pengetahuannya dengan pengarahan orang-orang yang
benar mengerti tentang lalu lintas perjalanan.
Bagiku semua itu harus tuntas, ia harus benar-benar yakin bahwa
keputusan yang ia ambil adalah benar sebelum ia menyimpulkan bahwa
kereta ini salah dan mengajak orang lain ikut serta dengan keputusannya.
Semua semakin menyesakkan diriku.
Apaka ia tidak memikirkan,
Bisa jadi ia salah, sama dengan halnya saat ia menganggap semua orang
yang berada digerbong ini telah salah. Karena pada hakikatnya manusia
adalah tempat bersemayamnya kesalahan.
Bisa jadi jalan yang ia maksud salah adalah jalan yang benar walau pada
saat itu terlihat salah. Bukankah saat orang ingin mencapai suatu tempat
terkadang ia harus memutar kesisi jalan lain sebelum sampai pada tujuan
sebenarnya. Karena yang dipikirkan masinis bukan kecepatan sampai
tujuan tapi ketepatan menggapai tujuan.
Bagiku, keputusan tanpa pemikiran matang adalalah bagian dari mematangkan kehancuran.
Walau aku masih bingung dengan keputusannya yang ia ambil, aku hanya
ingin katakan pada diriku. Seandainya aku menjadi dirinya, hal utama
yang kulakukan adalah mengevaluasi diri.
Apakah aku sudah meng up date diri ini dengan pengetahuan yang benar,
apakah telah rutin ku arahkan diri terhadap pengarahan yang benar.
Berapa sering ku coba mengoreksi langkah dan pemikiranku.
Aku akan buka cakrawala imajinasiku, karena kalau kubisa mencari 1001
satu alasan semua ini adalah salah maka aku juga harus bisa melakukan
1001 cara untuk membuktikan semua ini memang benar.
Aku takkan menganggap kereta ini salah, karena hakekatnya ia hanyalah
sarana yang pada awal perjalanan telah disepakati bersama untuk
menggunakannya.
Aku takkan dengan mudah menyalahkan masinis dan staffnya, karena kuyakin
pasti ada satu alasan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Dan alasan
itu yang harus kucari penjelasannya.
Aku takkan dengan mudah menghakimi kesalahan mereka, karena ku yakin ku
juga bertanggungjawab terhadap apa yang sedang terjadi. Ku harus bisa
meyakinkan diri, sudahkah aku membicarakannya dengan benar atau
setidaknya memberikan gambaran yang benar.
Aku takkan melakukan itu, karena perjalan hidupku sudah cukup untuk
meyakini akan kebenaran jalan ini. Karena ia adalah proses yang panjang,
kalaupun masinis telah benar-benar salah maka segeralah gantikan dengan
yang bisa memberikan pencerahan kebenaran….
Tapi bukan dengan sebuah penghakiman dan hasutan meninggalkan !!!
Tulisan ini telah usai, tapi nyatanya kisahnya baru saja dimulai.
Batukku sudah mereda dan sesaknya mulai sirna, tapi menjadi sebuah sosok
yang berbeda. Gundah yang mulai bertahta dan sesak mengalir dikolom
jiwa…
Semoga aku tetap bisa istiqomah dijalan ini…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBagus.. Tp saya gk ngerti ..hehee..
BalasHapushehehe gambaran dakwah, biar lebih kalem aja kata-2nya.. kereta = majelisnya, masinis = ustadz/dzah.nya yg membimbing, penumpang = para da'i muda dan juga jamaahnya, tujuan = tentunya ridhaAllah.. ceritanya itu seorang saudari meninggalkan majelis yg semulanya bersama, skrg pindah haluan mungkin.. nah kemudian mengolok-2 majelis yg semula kami tempati bersama ini dan menghasut jamaah yg lain utk ikut bersamanya dan menjustifikasi bahwa majelis ini salah.. gitu abaaang
BalasHapus