MAKALAH
ISU LEGAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN
MATA KULIAH : KEPERAWATAN
PROFESIONAL
DOSEN : Raudhotun Nisak S.Kep. Ns
Disusun oleh :
1. Alif Nur Amrizal 6. Miftakhus Sholihan
2. Ayu Rantika Rusdiana 7. Ninik Purwanti
3. Frelina Riefkiyana 8. Rofiq Nur Azizah
4. Galih Listyabudi Pamengku 9. Taqwa Putra Adi Wijaya
5. Miftah Faizal Muzaki 10. Wahyu Febrianto
Tahun Pelajaran 2014/2015
AKADEMI
KEPERAWATAN PEMKAB NGAWI
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Persatuan perawatan Indonesia (PPNI) sebagai organisasi
profesi suara perawat nasional. Mempunyai tanggung jawab utama yaitu melindungi
masyarakat atau public, prifesi keperawatan dari praktisi perawat.
Praktek keperawtan ditentukan dalam standart organisasi dan
system pengaturan serta pengendalian melalui perundang-undangan keperawatan
(Nursing Act), dimanapun perawat itu bekerja (PPNI,2000)
Keperawatan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan
segmen manusia dan kemanusiaan, oleh karena berbagai masalah kesehatan actual
dan potensial. Keperawatan memandang manusia secara utuh dan unik sehingga
praktik kepewatan membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan dan keterampilan
komplek sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan obyek pasien atau klien.
Keunikan hubungan ners dan klien harus dipelihara interaksi dinamikanya dan
kontunitasnya.
Penerimaan dan pengakuan keperawatan sebagai pelayanan
profesional diberikan oleh perawat professional sejak tahun 1983, maka upaya
perwujudannya bukanlah hal yang mudah di Indonesia. Disisi lain keperawatan di
Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan eksternal dan internal yang
kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh dan nyata keterlibatan
berbagai pihak yang mterkait dan berkepentingan.
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab utama dan komitmen
tersebut diatas maka PPNI harus memberikan respon, sensitive serta peduli untuk
mengembangkab praktek keperawatan. Diharapkan dengan pemberlakuan standart
praktek keperawatan di Indonesia akan menjadi titik inovasi baru yang dapat di
gunakan sebagai : Pertama, falsafah dasar pengembangan aspek-aspek keperawatan
di Indonesia, Kedua, salah satu tolak ukur efektifitas dan efesiensi
pelayanan keperawatan dan Ketiga, Perwujudan diri keperawatan professional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Isu Legal
Isu adalah
suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak
terjadi di masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, social, politik,
hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, hari kematian ataupun
tentang krisis.
Legal adalah sesuatu
yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang (Kamus Besar Bahasa
Indonesia).Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum praktik
keperawatan mengacu pada hukum nasional yang berlaku di suatu negara. Hukum bermaksud melindungi
hak publik, misalnya undang-undang keperawatan bermaksud melindungi hak publik
dan kemudian melindungi hak perawatan.
Praktik
keperawatan adalah Tindakan mandiri perawat professional melalui kerja sama
bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
Dengan demikian
seseorang perawat profesional yang dalam memberikan praktik asuhan keperawatan
sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan/ hukum, maka dapat diartikan
bahwa praktik asuhan keperawatan tersebut legal.
Jadi, Issue legal dalam
praktik keperawatan adalah suatu peristiwa atau
kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang
dan Sah, sesuai dengan Undang-Undang/Hukum mengenai tindakan mandiri
perawat profesional melalui kerjasama dengan klien baik individu, keluarga atau
komunitas dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya, baik
tanggung jawab medis/kesehatan maupun tanggung jawab hukum.
Perawat
perlu tahu tentang hukum yang mengatur prakteknya untuk:
1.
Memberikan kepastian bahwa keputusan & tindakan perawat yang dilakukan
konsisten dengan prinsip-prinsip hukum
Karakteristik praktik
keperawatan professional
1. Otoritas (authority), yakni
memiliki kewenangan sesuai dengan keahliannya yang akan mempengaruhi proses
asuhan melalui peran professional.
2. Akuntabilitas (accountability),
yakni tanggung gugat terhadap apa yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku dan tanggung jawab kepada klien,diri sendiri, dan profesi,
serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan
3. Pengambilan keputusan yang
mandiri (independent decision ,making), berarti sesuai dengan kewenangannya
dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan keputusan (judgment) pada tiap
tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah klien.
4. Kolaborasi, artinya dapat bekerja
sama, baik lintas program maupun lintas sector dengan berbagai disiplin dalam
mengakses masalah klien dan membantu klien menyelesaikannya.
5. Pembelaan atau dukungan
(advokasi), artinya bertindak demi hak klien untuk mendapatkan asuhan yang
bermutu dengan mengadakan intervensi untuk kepentingan atau demi klien, dalam
mengatasi masalahnya, serta behadapan dengan pihak-pihak lain yang lebih luas
(sistem at large).
6. Fasilitasi (Facilitation),
artinya mampu memberdayakan klien dalam upaya meningkatkan derajat kesehatannya
demi memaksimalkan potensi dari organisasi dan sistem klien keluarga dalam
asuhan.
Untuk melindungi masyarakat dan perawat dalam praktik
keperawatan, perlu disusun peraturan perundang-undangan keperawatan sebagai
aspek legal dari profesi keperawatan.Perundang-undangan yang mengatur praktik
keperawatn disebut undang-undang atau peraturan praktik kepperawatan.Bentuk
perundang-undangan tersebut diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenjang
peraturan perundang-undangan.
Peran Keperawatan Berkaitan Dengan
Praktik Legal
Perawat
bekerja di berbagai tempat di luar lingkungan perawatan yang melembaga termasuk
dalam lingkungan komunitas adalah tempat kerja okupasional atau industri di
mana perawat memberikan perawatan primer preventif dan terus menerus bagi
pekerja, kesehatan publik atau komunitas, dimana pelayanan preventif seperti
imunisasi dan perawatan anak yang baik diberikan di sekolah, rumah dan klinik
dan perawatan kesehatan rumah,
yang
memberikan pelayanan lanjutan setelah hospitalisasi. Klien juga dapat dirawat
dalam fasilitas perawatan jangka panjang.
Penting
bahwa perawat, terutama mereka yang dipekerjakan dalam lingkungan kesehatan
komunitas, memahami hukum kesehatan publik.Legislatur Negara membuat
undang-undang dibawah kode kesehatan, yang menjelaskan laporan hukum untuk
penyakit menular, imunisasi sekolah, dan hukum yang diharapkan untuk
meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko kesehatan di komunitas. The center
for disease control and prevention (CDC) the occupational health and safety act
(DHSA) juga memberikan pedoman pada tingkat nasional untuk lingkungan komunitas
dan bekerja dengan aman dan sehat. Kegunaan dari hukum kesehatan publik adalah
perlindungan kesehatan publik, advokasi untuk hak manusia, mengatur pelayanan
kesehatan dan keuangan pelayanan kesehatan dan untuk memastikan tanggung jawab
professional untuk pelayanan yang diberikan.Perawat kesehatan komunitas
memiliki tanggung jawab legal untuk menjalankan hukum yang diberikan untuk
melindungi kesehatan public. Hukum ini dapat mencakup pelaporan kecurigaan
adanya penyalahgunaan dan pengabaian, laporan penyakit menular, memastikan
bahwa imunisasi yang diperlukan telah diterima oleh klien komunitas dan laporan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan lain diberikan untuk melindungi
kesehatan public.
B.
Berbagai Issue Legal Dalam Keperawatan
Telenursing
akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien
sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa
negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang
(perawat yang online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap
resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal)
guna menghindari malpraktek perawat antarnegara bagian.Isu legal aspek seperti
akontabilitas dan malprakatek, dan sebagainya dalam kaitan telenursing masih
dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam
memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum
kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur,
etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi
yang diberikan.
Kegiatan
telenursing mesti terintegrasi dengan strategi dan kebijakan pengembangan
praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan sistem
pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi
kesehatan/berbasis internet.
Perawat
memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan
kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan
isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi
dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah:
1.
Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan
harus tetap terjaga
2.
Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan
potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui
internet atau telepon) dan keuntungannya
3.
Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat
dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
4.
Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah
gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek
Isu Legal Dalam
Keperawatan Berkaitan Dengan Hak Pasien
Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan
kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan
adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif
dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat
akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-haknya.
Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk
mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten.Perhatian terhadap legal dan etik
yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan
kesehatan.Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat
untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan.Institusi
telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan
memberi pedoman bila hak-hak klien terancam.Perhatian lebih juga diberikan pada
advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh
untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab
terhadap tindakan yang dilakukan.
Tipe Tindakan Legal
Terdapat
dua macam tindakan legal: tindakan sipil/pribadi, dan tindakan kriminal.
a.
Tindakan sipil berkaitan dengan isu antara individu-individu. Contohnya:
seorang pria dapat mengajukan tuntutan terhadap seseorang yang diyakininya
telah menipunya.
b.
Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan masyarakat
secara keseluruhan. Contohnya: jika seorang pria menembak seseorang, masyarakat
akan membawanya ke persidangan.
Masalah Legal Dalam Keperawatan
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh
warga negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum
untuk menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu
dihindari seorang perawat :
1.
Pelanggaran
adalah perlakuan seseorang yang dapat merugikan orang lain berupa harta atau
milik lainnya secara di sengaja atau tidak disengaja. Jika ada tuntutan hukum,
biasanya diselesaikan secara perdata dengan mengganti kerugia tersebut.
Contoh
: menghilangkan barang titipan klien atau merugikan nama baik klien.
2.
Kejahatan
adalah suatu perlakuan merugikan publik. Karena terlalu parah, kejahatan yang
dianggap tindakan perdata (tort) dapat digolongkan sebagai tindakan kriminal
(tindakan pidana). Tindak kriminal atau pidana ini dapat dijatuhi hukuman denda
atau penjara, atau kedua-duanya.
Contoh
:
a.
Kecerobohan luar biasa yang menunjukkan bahwa pelaku tidak mengindahkan sama
sekali nyawa orang lain (korban). Kejahatan ini dapat dikenakan tindak perdata
maupun pidana.
b.
Kealpaan mematuhi undang-undang kesehatan yang mengakibatkan tewasnya orang
lain atau mengonsi/mengedarkan obat-obatan terlarang. Kejahatan ini dapat
dianggap sebagai tindakan kriminal (lepas dari kenyataan disengaja atau tidak).
3.
Kecerobohan dan praktik sesat.
Kecorobohan adalah suatu perbuatan yang tidak akan dilakukan oleh seseorang
yang bersikap hati-hati dalam situasi yang sama.
Dengan
kata lain, perbuatan yang dilakukan di luar koridor standar keperawatan yang
telah ditetapkan dan dapat menimbulkan kerugian.
Apabila
hal tersebut terjadi dan ada penuntutan, hakim/juri biasanya menggunakan saksi
ahli (orang yang ahli di bidang tersebut).
Contoh:
a.
Sembarangan menguras barang pribadi klien (pakaian, uang, kacamata, dll)
sehingga rusak atau hilang.
b.
Tidak menjawab tanda panggilan klien yang di rawat sehingga klien mencoba
mengatasinya sendiri dan terjadi cedera.
c.
Tidak melakukan tindakan perlindungan pada klien yang mengakibatkan klien
cedera, misalnya tidak mengambilkan air panas dari dekat klien yang
mengakibatkan air tersebut tumpah kena klien dan klien mengalami luka bakar.
d.
Gagal melaksanakan perintah perawatan, gagal memberi obat secara tepat atau
melaporkan tanda dan gejala yang tidak sesuai dengan kenyataan, tidak
menyelidiki perintah yang meragukan sebelumnya sehingga dengan
kelalaian/kegagalan tersebut menimbulkan cedera.
Selanjutnya,
secara profesional dikatakan bahwa kecerobohan sama dengan pelaksanaan praktik
buruk, praktik sesat, atau malpraktik.
4.
Pelanggaran penghinaan,
yaitu suatu perkataan atau tulisan yang tidak benar mengenai seseorang sehingga
orang tersebut merasa terhina dan dicemooh. Jika pernyataan tersebut dalam
bentuk lisan, disebut slander dan
jika berbentuk tulisan, disebut libel.
Contoh
:
a.
Pernyataan palsu
b.
Menuduh orang secara keliru
c.
Memberi keterangan palsu kepada klien.
Orang
yang di dakwa dengan tuduhan slander
atau libel tidak dapat diancam
hukuman jika ia dapat membuktikan kebenaran pernyataan (lisan/tulisan).
Tuduhan
ini dapat dibela dengan komunikasi yang didasarkan pada anggapan bahwa petugas
profesional tidak dapat memberi pelayanan yang baik tanpa pembeberan fakta
secara lengkap mengenai masalah yang di hadapinya.
Jadi,
informasi berprivilese merupakan informasi rahasia antarpetugas profesional
dengan kliennya, misalnya antara perawat/dokter dengan kliennya, antara
pngacara dengan kliennya, antara kiai dengan pemeluk agamanya.
5.
Penahanan yang keliru
adalah penahanan klien tanpa alasan yang tepat atau pencegahan gerak seseorang
tanpa persetjuannya, misalnya menahan klien pulang dari rumah sakit guna mendapat
perawatan tambahan tanpa persetujuan klien yang bersangkutan, kecuali jika
klien tersebut mengalami gangguan jiwa atau penyakit menular yang apabila di
pulangkan dari rumah sakit akan membahayakan masyarakat. Untuk itu, rumah sakit
mempunyai formulir khusus yang ditandatangani klien/keluarga, yang menyatakan
bahwa rumah sakit yang bersanguktan tidak bertanggung jawab apabila klien
cedera karena meninggalkan rumah sakit tersebut.
6.
Pelanggaran privasi,
yaitu tindakan mengekspos/memamerkan/menyampaikan seseorang (klien) kepada
publik, baik orangnya langsung, gambar ataupun rekaman, tanpa persetujuan
orang/klien yang bersangkutan, kecuali ekspos klien tersebut memang diperlukan
menurut prosuder perawatannya.
Contoh:
a.
Menyebar gosip atau memberi informasi klien kepada orang yang tidak berhak
memperoleh informasi itu.
b.
Memberi perawatan tanpa memerhatikan kerahasiaan klien, yaitu klien di
lihat/didengar orang lain sehingga klien merasa malu.
7.
Ancaman dan pemukulan.
Ancaman (assault) adalah suatu
percobaan/ancaman, melakukan kontak badan dengan orang lain tanpa
persetujuannya. Pemukulan (batter)
adalah ancaman yang dilaksanakan. Setiap orang diberi kebebasan dari kontak
badan dari orang lain, keculi jika ia telah menyatakan perseujuannya.
Contoh:
jika klien dioperasi tanpa persetujuan yang bersangkutan/keluarganya,
dokter/rumah sakit tersebut dapat dituntut secara hukum.
8.
Penipuan
adalah pemberian gambaran salah secara sengaja yang dapat mengakibatkan atau
telah mengakibatkan kerugian atau cedera pada seseorang atau hartanya..
Contoh
: memberi data yang keliru guna mendapat lisensi keperawatan.
C.
Proses Legalisasi Praktik Keperawatan
Legislasi
Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan perangkat
hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan kiat dalam praktik keperawatan
(Sand,Robbles1981).
Legislasi
praktek keperawatan merupakan ketetapan hukum yang mengatur hak dan kewajiban
seorang perawat dalam melakukan praktek keperawatan.Legislasi praktek
keperawatan di Indonesia diatur melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
tentang registrasi dan praktek perawat.
Legislasi
(Registrasi dan Praktek Keperawatan) Keputusan Menteri Kesehatan
No.1239/Menkes/XI/2001, Latar belakang “Perawat sebagai tenaga profesional
bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri
dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kewenangannya.Untuk itu perlu ketetapan yang mengatur tentang hak dan kewajiban
seseorang untuk terkait dengan pekerjaan/profesi.”
1. Tujuan utama
Legislasi adalah untuk melindungi masyarakat serta melindungi perawat.
2.
Tujuan Yang lainnya adalah:
a.
Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
b.
Melidungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan
c.
Menetapkan standar pelayanan keperawatan
d.
Menapis IPTEK keperawatan
e.
Menilai boleh tidaknya praktik
f.
Menilai kesalahan dan kelalaian
3.
Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
a. Harus jelas
membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
b. Badan yang
mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system keperawatan.
c. Pemberian
lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai ketetapan.
d. Memperinci kegiatan
yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat.
4. Fungsi legislasi keperawatan
a.
Memberi perlindungan
kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan.
b.
Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan
c.
Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.
d.
Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
e.
Memotivasi pengembangan profesi.
f.
Meningkatkan proffesionalisme tenaga keperawatan.
Legislasi Keperawatan ini dapat dibagi atas 3 tahap,
antara lain :
1.
Surat Izin Perawat (SIP)
Surat ini diberikan
oleh Departemen Kesaehatan kepada perawat setelah lulus dari pendidikan
keperawatan sebagai bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan
praktek keperawatan.
Registrasi SIP adalah
suatu proses dimana perawat harus (wajib) mendaftarkan diri pada kantor wilayah
Departemen Kesehatan Propinsi untuk mendapat Surat Izin Perawat (SIP) sebagai
persyaratan menjalankan pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor registrasi.
Sasarannya adalah semua perawat.Sedangkan yang berwenang mengeluarkannya adalah
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi perawat itu berasal. Bagi
perawat yang sudah bekerja sebelum ditetapkan keputusan ini memperolah SIP dari
pejabat kantor kesehatan kabupaten/kota diwilayah tempat kerja perawat yang
bersangkutan.
Jenis dan waktu registrasi :
a.
Registrasi awal dilakukan setelah yang bersangkutan lulus pendidikan
keperawatan selambat-lambatnya 2 tahun sejak peraturan ini di keluarkan.
b.
Registrasi ulang dilakukan setelah 5 tahun sejak tanggal registrasi sebelumnya,
diajukan 6 bulan berakhir berlakunya SIP.
2.
Surat Izin Kerja (SIK)
Surat ini merupakan
bukti yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktek keperawatan di
sarana pelayanan kesehatan.SIK hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan
kesehatan. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIK adalah kantor dinas kabupaten
/ kota dimana yang bersangkutan akan melaksanakan praktek keperawatan.
3.
Surat Izin Praktek Perawat (SIPP)
Surat ini merupakan
bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktek
keperawatan secara perorangan atau kelompok.SIPP hanya berlaku untuk satu
tempat praktek perorangan atau kelompok dimana yang bersangkutan mendapat izin
untuk melakukan praktek perawat. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIPP adalah
kantor dinas kabupaten / kota dimana yang bersangkutan akan melaksanakan
praktek keperawatan.
Kredensial
Kredensial merupakan
proses untuk menentukan dan mempertahankan kompetensi keperawatan. Proses
kredensial merupakan salah satu cara profesi keperawatan mempertahankan standar
praktik dan akuntabilitas persiapan pendidikan anggotanya. Kredensial meliputi
pemberian izin praktik (lisensi), registrasi (pendaftaran), pemberian
sertifikat (sertifikasi) dan akreditasi (Kozier Erb, 1990).
Proses penetapan dan
pemeliharaan kompetensi dalam praktek keperawatan meliputi:
1. Pemberian lisensi
Pemberian lisensi
adalah pemberian izin kepada seseorang yang memenuhi persyaratan oleh badan
pemerintah yang berwenag, sebelum ia diperkenankan melakukan pekerjaan dan
prakteknya yang telah ditetapkan. Tujuan lisensi ini:
a.
Membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi yang
kompeten
b.
Meyakinkan masyarakat bahwa yang melakukan praktek mempunyai kompetensi yang
diperlukan
2.
Registrasi
Registrasi merupakan
pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik
pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan
memakai sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah
menyelesaikan pendidikan keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran
dengan nilai yang diterima. Izin praktik maupun registrasi harus diperbaharui
setiap satu atau dua tahun. Dalam masa transisi professional keperawatan di
Indonesia, sistem pemberian izin praktik dan registrasi sudah saatnya segera
diwujudkan untuk semua perawat baik bagi lulusan SPK, akademi, sarjana
keperawatan maupun program master keperawatan dengan lingkup praktik sesuai
dengan kompetensi masing-masing.
Register Nurse:
a.
Mengkaji status kesehatan individu dan kelompok
b.
Menegakkan diagnosa keperawatan
c.
Menentukan tujuan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan
d.
Membuat rencana strategi perawatan
e.
Menyusun intervensi keperawatan untuk mengimplementasikan strategi perawatan
f.
Memberi kewenangan intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan orang lain,
dan tidak bertentangan dengan undang-undang
Tujuan registrasi:
a.
Menjamin kemampuan perawat untuk melakukan praktek keperawatan
b.
Mempertahankan prosedur penatalaksanaan secara objektif
c.
Mengidentifikasi jumlah dan kwalifikasi perawat yg akan melakukan praktek
keperawatan
d.
Mempertahankan proses pemantauan dan pengendalian jumlah dan kwalitas perawat professional
3.
Sertifikasi
Sertifikasi merupakan
proses pengabsahan bahwa seorang perawat telah memenuhi standar minimal
kompetensi praktik pada area spesialisasi tertentu seperti kesehatan ibu dan
anak, pediatric, kesehatan mental, gerontology dan kesehatan sekolah.
Sertifikasi telah diterapkan di Amerika Serikat.Di Indonesia sertifikasi belum
diatur, namun demikian tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang hal ini
dilaksanakan.
Tujuan sertifikasi:
a.
Menyatakan pengetahuan, keterampilan dan perilaku perawat sesuai dengan
pendidikan tambahan yg diikutinya
b.
Menetapkan klasifikasi, tingkat dan lingkup praktek perawat sesuai pendidikan
c.
Memenuhi persyaratan registrasi sesuai dengan area praktek keperawatan
4.
Akreditasi
Akreditasi merupakan
suatu proses pengukuran dan pemberian status akreditasi kepada institusi,
program atau pelayanan yang dilakukan oleh organisasi atau badan pemerintah
tertentu. Hal-hal yang diukur meliputi struktur, proses dan kriteria hasil.
Pendidikan keperawatan pada waktu tertentu dilakukan penilaian/pengukuran untuk
pendidikan DIII keperawatan dan sekolah perawat kesehatan dikoordinator oleh
Pusat Diknakes sedangkan untuk jenjang S 1 oleh Dikti. Pengukuran rumah sakit
dilakukan dengan suatu sistem akrteditasi rumah sakit yang sampai saat ini
terus dikembangkan.
D.
Perlindungan Legal Keperawatan
Untuk menjalankan
praktiknya secara hukum perawat harus dilindungi dari tuntutan malpraktik dan
kelalaian pada keadaan darurat.Contoh :
a. UU di AS
yang bernama Good Samaritan Acts yang memberikan perlindungan tenaga kesehatan
dalam memberikan pertolongan pada keadaan darurat.
b.
Di kanada terdapat UU lalu lintas yang memperbolehkan setiap orang untuk
menolong korban pada setiap situasi kecealakaan yang bernama Traffic
Acrt.
c. Di
Indonesia UU kesehatan No.23 tahun 1992.
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat.PPNI
pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai
merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan
hukum bagi tenaga keperawatan.Tidak adanya Undang-Undang perlindungan bagi
perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap
pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat
masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus pendidikan tinggi merasa
prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya.
Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan
ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
Pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan
dibutuhkan.
1. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah
memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah
dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian
perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum (WHO, 2002).
2. Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal
5, menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992,
Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.Ditambah
lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara
teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat.
3. Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin
meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan
kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis
penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat
penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen,
1996).
Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah
dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan
penyelenggaraan pelayanan keperawatan.Keperawatan merupakan salah satu profesi
dalam dunia kesehatan.Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus
professional, sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi
standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi
agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu.
Undang-Undang yang Berkaitan dengan Praktik Keperawatan
1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok
kesehatan
Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa
pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960.UU ini membedakan
tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.Tenaga sarjana meliputi dokter,
doter gigi dan apoteker.Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau
tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi
dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan
apoteker.Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn
kewenangan terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan
tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana).UU ini
juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan
pekerjaannya.Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana
keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang
secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung
pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib
kerja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3
tahun.Dalam pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga
kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagain pegawai negeri
sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya.UU
ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam
mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam
UU tersebut sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib
kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang
perlu diperhatikan dalam UU ini,lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga
kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari
aspek propesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung
jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan
(termasuk bidan) dan paramedic non keperawata.Dari aspek hukum, sartu hal yang
perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga
termasuk kategori tenaga keperawatan.
5. Permenkes. No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun
1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga
keperawatan dan bidan.Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan praktik
swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diizinkan.Dokter
dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong
persalinan dan pelayanan KB.Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau
adil bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain perawat diizinkan
membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan
atau mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam
dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi
terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan dirumah.Bila memang secara
resmi tidak diakui, maka seharusnya perawat dibebaskan dari pelayanan kuratif
atau pengobatan untuk benar-benar melakuan nursing care.
6. SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4 Nopember 1989, tentang jabatan fungsional
tenaga keperawatan dan system kredit poin.
Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik
jabatannya atau naik pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit
tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah
: penyenang kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/
Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I
Keperawatan.
System ini menguntungkan perawat karena dapat naik pangkatnya dan tidak
tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya
7. UU kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk
praktik keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar
praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi
kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai
acuan pembuatan UU praktik keperawatan adalah :
a. Pasal 32 ayat 4
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran
dan ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
b. Pasal 53 ayat I
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesui dengan profesinya.
c. Pasal 53 ayat 2
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.
E.
Tanggung Gugat dalam Keperawatan
Barbara kozier (dalam Fundamental of nursing 1983:7, 25)
Acountability : dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam
membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu
konsekuensi-konsekunsinya.
Tanggung Gugat dapat
diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan
belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekuensinya. Perawat hendaknya
memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan
siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang
dilakukannya.
Hal ini bisa dijelaskan
dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
1)
Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan?
Sebagai tenaga perawat
kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, sedangkan sebagai
pekerja atau karyawan perawat memilki tanggung jawab terhadap direktur, sebagai
profesional perawat memilki tanggung gugat terhadap ikatan profesi dan sebagai
anggota team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim
biasanya dokter sebagai contoh: perawat memberikan injeksi terhadap
klien. Injeksi ditentukan berdasarkan advis dan kolaborasi dengan dokter,
perawat membuat daftar biaya dari tindakan dan pengobatan yang diberikan yang
harus dibayarkan ke pihak rumah sakit.Dalam contoh tersebut perawat memiliki
tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya.
2)
Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat memilki
tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya mulai dari
mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang.Hal ini bisa
diobservasi atau diukur kinerjanya.
3)
Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
Ikatan perawat, PPNI
atau Asosiasi perawat atau Asosiasi Rumah sakit telah menyusunstandar yang
memiliki krirteria-kriteria tertentu dengan cara membandingkan apa-apa yang
dikerjakan perawat dengan standar yang tercantum. Baik itu dalam input, proses
atau outputnya. Misalnya apakah perawat mencuci tangan sesuai standar melalui 5
tahap yaitu mencuci kuku, telapak tangan, punggung tangan, pakai sabun di air
mengalir selama 3 kali dan sebagainya.
Tanggung Gugat artinya
dapat memberikan alasan atas tindakannya.Seorang perawat bertanggung gugat atas
dirinya sendiri, klien, profesi, atasan, dan masyarakat. Jika dosis medekasi
salah diberikan, perawat bertanggung gugat pada klien yang menerima
medekasi tersebut, dokter yang memprogramkan tindakan, perwat yang menetapkan
standar perilaku yang diharapkan, serta masyarakat, yang semuanya menghendaki
perilaku professional. Untuk dapat melakukan tanggung gugat, perawat
harus bertindak menurut kode etik professional. Jika suatu kesalhan terjadi,
perawat melaporkannya dan memulai perawatan untuk mencegah trauma lebih
lanjut.Tanggung gugat memicu evaluasi efektifitas perawat dalam praktik.
Tanggung gugat professional memiliki tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah
ada.
2.
Untuk mempetahankan standar perawatan kesehatan.
3.
Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi pada
pihak profesional perawatan kesehatan.
4.
Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis.
Untuk dapat bertanggung
gugat, perawat melakukan praktik dalam kode profesi.Tanggung gugat membutuhkan
evaluasi kinerja perwat dalam memberikan perawatan kesehatan.Joint commission
on accreditation of healthcare organization (JCAHO) telah merekomendasikan
penetapan standar pemberian asuhan keperwatan.Standar tersebut dikembangkn oleh
ahli klinis, memberikn struktur dasar di mana asuhan keperawatan secara
objektif diukur.Standar tersebut tidak membatasi kebutuhan rencana perawatan
individu, bahkan, perawat justru memasukan standar tersebut kedalam rencana
perawatan untuk setiap klien.Tanggung gugat dapat dijamin dan diukur dengan lebih
baik ketika “kualitas perawatan” telah ditetapkan.Sebagian besar instituisi
menyandarkan panduan yang ditawarkan berdasarkan JCAHO dan ANA.
Tanggung
Gugat Pada Setiap Tahap Proses Keperawatan
1.
Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan
tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai tujuan mengumpulkan data.
Perawat bertanggunggugat untuk pengumpulan data/informasi, mendorong
partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan.Pada saat
mengkaji perawat bertanggung gugat untuk kesenjangan-kesenjangan dalam data
atau data yang bertentangan, data yang tidak/kurang tepat atau data yang
meragukan.
2.
Tahap diagnosa keperawatan
Diagnosa merupakan
keputusan profesional perawat menganalisa data dan merumuskan respon pasien
terhadap masalah kesehatan baik aktual atau potensial.Perawat bertanggunggugat
untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-masalah kesehatan pasien seperti
pernyataan diagnostik.Masalah kesehatan yang timbul pada pasien apakah diakui
oleh pasien atau hanya perawat.Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai,
keyakinan dan kebiasan/kebudayan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah
kesehatan.Pada waktu membuat keputusan para perawat bertanggung gugat
untukmempertimbangkan latar belakang sosial budaya pasien.
3.
Tahap perencanaan
Perencanaan merupakan
pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, terdiri dari prioritas
masalah, tujuan serta rencana kegiatan keperawatan. Tanggung gugat yang
tercakup pada tahap perencanaan meliputi: penentuan prioritas, penetapan tujuan
dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatan. Langkah ini semua disatukan
kedalam rencana keperawatan tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang
terlibat dalam asuhan keperawatan pasien.Pada tahap ini perawat juga
bertanggunggugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertimbangkan
dalam menetapkan prioritas asuhan.
4.
Tahap implementasi
Implementasi
keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan dalam bentuk
tindakan-tindakan keperawatan.Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan
yang dilakukannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Tindakan-tindakan
tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan bekerjasama dengan orang
lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang lain. Meskipun perawat
mendelegasikan suatu kegiatan kepada oranglain, perawatt tersebut harus masih
tetap bertanggung gugat untuk tindakan yang didelegasikan dan tindakan
pendelegasiannya itu sendiri. Perawat harus dapat memberi jawaban nalar tentang
mengapa kegiatan tersebut didelegasikan, mengapa orang itu yang dipilih untuk
melakukan kegiatan tersebut dan bagaimana tindakan yang didelegasikan itu
dilaksanakan.Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, oleh
sebab itu dibuat catatan tertulis.
5.
Tahap evaluasi
Evaluasi merupakan
tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan,
termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan. Perawat bertanggung gugat
untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan.Perawat harus dapat
menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan tahap mana dari proses
keperawatan yang perlu dirubah.
Mempertahankan
Akontabilitas Profesional dalam Asuhan Keperawatan
1.
Terhadap Diri Sendiri
a.
Tidak dibenarkan setiap personal melakukan tindakan yang membahayakan
keselamatan status kesehatan pasien.
b.
Mengikuti praktek keperawatan berdasarkan standar baru dan perkembangan ilmu
pengetahuan serta teknologi canggih.
c.
Mengembangkan opini berdasarkan data dan fakta.
2.
Terhadap Klien atau Pasien
a.
Memberikan informasi yang akurat berhubungan dengan asuhan keperawatan.
b.
Memberikan asuhan keperawatan berdasarkan standar yang menjamin keselamatan,
dan kesehatan pasien.
3.
Terhadap Profesinya
a.
Berusaha mempertahankan, dan memelihara kualitas asuhan keperawatan berdasarkan
standar, dan etika profesi.
b.
Mampu dan mau mengingatkan sejawat perawat untuk bertindak profesional, dan
sesuai etik moral profesi.
4.
Terhadap Institusi/Organisasi
Mematuhi kebijakan dan
peraturan yang berlaku, termasuk pedoman yang disiapkan oleh institusi atau
organisasi.
5.
Terhadap Masyarakat
Menjaga etika dan
hubungan interpersonal dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas
tinggi.
Jenis Atau Macam-Macam
Tanggung Gugat Perawat
Istilah tanggung gugat,
merupakan istilah yang baru berkembang untuk meminta pertanggung jawaban
seseorang karena kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Di bidang
pelayanan kesehatan, persoalan tanggung gugat terjadi sebagai akibat adanya
hubungan hukum antara tenaga medis (dokter, bidan, perawat) dengan pengguna
jasa (pasien) yang diatur dalam perjanjian.Tanggung Gugat dapat diartikan
sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar
dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki
tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan
berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang
dilakukannya.
Macam-Macam Jenis
Tanggung Gugat:
a.
Contractual Liability.
Tanggung gugat jenis
ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu
kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai
akibat adanya hubungan kontraktual. Dalam kaitannya dengan hubungan terapetik,
kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh health care provider
adalah berupa upaya (effort), bukan hasil (result). Karena itu dokter atau
tenaga kesehatan lain hanya bertanggunggugat atas upaya medik yang tidak
memenuhi standar, atau dengan kata lain, upaya medik yang dapat dikatagorikan
sebagai civil malpractice
b.
Liability in Tort
Tanggung gugat jenis
ini merupakan tanggung gugat yang tidak didasarkan atas adanya contractual
obligation, tetapi atas perbuatan melawan hukum . Pengertian melawan hukum
tidak hanya terbatas pada perbuatan yang berlawanan dengan hukum, kewajiban
hukum diri sendiri atau kewajiban hukum orang lain saja tetapi juga yang
berlawanan dengan kesusilaan yang baik & berlawanan dengan ketelitian yang
patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain
(Hogeraad, 31 Januari 1919).
c.
Strict Liability
Tanggung gugat jenis
ini sering disebut tanggung gugat tanpa kesalahan (liability whitout fault)
mengingat seseorang harus bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan
apa-apa; baik yang bersifat intensional, recklessness ataupun negligence.
Tanggung gugat seperti
ini biasanya berlaku bagi product sold atau article of commerce, dimana
produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya malapetaka akibat produk
yang dihasilkannya, kecuali produsen telah memberikan peringatan akan
kemungkinan terjadinya risiko tersebut
d.
Vicarious Liability
Tanggung gugat jenis
ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh bawahannya (subordinate).Dalam
kaitannya dengan pelayanan medik maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung
gugat atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam
kedudukan sebagai sub-ordinate (employee).
F.
Perjanjian/Kontrak dalam Keperawatan
Kontrak mengandung arti
ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara dua atau lebih partai untuk
mengerjakan sesuatu atau tidak.Dalam konteks hukum, kontrak sering disebut
dengan perikatan atau perjanjian. Perikatan artinya mengikat orang yang satu
dengan orang lain.
Hukum perikatan di atur
dalam UU Hukum Perdata pasal 1239: “semua perjanjian baik yang mempunyai nama
khusus maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk pada
ketentuan-ketentuan umum yang termasuk dalam bab ini dan bab yang lalu.” Lebih
lanjut menurut ketentuan pasal 1234 KUHPdt, setiap perikatan adalah untuk
memberikan, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian dapat
diaktakan sah bila memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat janji (Consencius)
b.
Ada kecakapan terhadap pihak-pihak untuk membuat perjanjian (Capacity)
c.
Ada sesuatu hal tertentu (a certain subject matter) dan ada sesuatu sebab yang
halal
d.
Kontrak perawat pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan
e.
Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja
f.
Kontrak perawat pasien digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak
yang bekerjasama
g.
Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak yang di sepakati.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan
yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan
persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi
telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan
memberi pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada
advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh
untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab
terhadap tindakan yang dilakukan. Isu legal dalam praktek keperawatan berkaitan
dengan hak pasien/klien.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2013. Mengetahui Legislasi Praktik Keperawatan.
http://bkulpenprofil.blogspot.com/2013/10/mengetahui-legislasi-praktik-keperawatan.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.
Dewi,
Virgiyati Tungga. 2013. Tanggung Jawab
dan Tanggung Gugat.http://virgiyatitd.blogspot.com/2013/04/tanggung-jawab-dan-tanggung-gugat.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.
Dicky.2013.
Pola Hubungan Kerja Perawat dalam Praktik
Profesional.http://putrakietha.blogspot.com/2013/11/pola-hubungan-kerja-perawat-dalam.html#ixzz3DUpWd8di. Diakses
tanggal 16 September 2014.
Didit,
Ditya. 2011. Praktik Keperawatan. http://dityanurse.blogspot.com/2011/04/praktik-keperawatan.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.
Hazel. 2014. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat.http://yonokomputer.com/2014/03/tanggung-jawab-dan-tanggung-gugat/.
Diakses tanggal 16 September
2014.
Kozier,
Barbara, dkk. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Krista.
2011. Praktek Keperawatan Profesional. http://ns-krista.blogspot.com/2011/11/praktek-keperawatan-profesional.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.
Lukman.2011.
Prinsip Moral dan Legalisasi.http://lukman-goresanpenakehidupan.blogspot.com/2011/05/prinsip-moral-dan-legalisasi.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.
Moshii, El. 2013. Makalah
Aspek Legal Keperawatan. (http://el-moshii.blogspot.com/2013/11/makalah-aspek-legal-keperawatan.html.Diakses
16 September 2014
Nukienut.
2011. Tanggung Jawab Perawat. http://nutnyildnyild.blogspot.com/2011/05/tanggung-jawab-perawat.html.
Diakses tanggal 16 September
2014.
Potter,
Patricia A., dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Prasetyo, Agus. 2013. Aspek Hukum dalam Praktek Keperawatan.http://akpermalahayatimedan.blogspot.com/2013/05/aspek-hukum-dalam-praktek-keperawatan.html. Diakses
tanggal 16 September 2014.
Rizka,
Aditya. 2012. Aspek Legal Praktik dalam
Keperawatan. http://theadityarizka.blogspot.com/2012/11/aspek-legal-praktik-dalam-keperawatan.html.
Diakses tanggal 16 September
2014.
Shabrina
Azzahra. 2012. Isu Legal Dalam Praktik Keperawatan.http://shabrinaazz.blogspot.com/2012/12/isu-legal-dalam-praktik-keperawatan.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.